Samcheongdong, Jalanan Romantis dari Semua Dunia

August 25, 2013 Admin 0 Comments



Musim panas terasa begitu menyengat pagi ini. Namun, tak seperti pagi di satu minggu terakhir yang diiringi gerimis, pagi ini matahari benar-benar bersinar cerah. Hari Sabtu di Korea sepertinya tak berbeda jauh dengan Indonesia. Ya, pagi ini jalanan terasa lenggang padahal jam telah menunjukkan pukul 10 pagi. Aroma kopi dan waffle menyeruak menusuk hidung saat seorang teman dengan senyum sumringahnya membawakan sarapan pagi ini. Ya, seorang asli Korea yang pagi ini menjadi relawan untuk berperan sebagai guide tour akhir pekan di Samcheongdong. Dengan menaiki kereta bawah tanah, kami berangkat menuju stasiun Anguk di daerah Bukchon.

Sebelum memulai tour, information office menjadi tempat utama untuk dikunjungi. Inilah yang menjadi salah satu keunikan wisata di Korea. Untuk tempat-tempat terkenal seperti Insadong, Myeongdong, dan lainnya terdapat information office yang biasanya di tuju untuk megetahui rute mana yang terbaik yang dapat kita lalui. Dari Information office ini kita mendapatkan rute menarik menuju Samcheongdong, yaitu melewati kawasan perumahan tradisional Korea di Bukchon.

Sebelum memasuki rute, kami berjalan sebentar menuju jajanan tradisional Korea yang bahkan tidak pernah terdengar sebelumnya. Heottok, makanan yang menyerupai pancake yang biasanya telah diisi dengan madu ini terasa lezat disantap bersama. Harga yang murah meriah yaitu 1000 won per buah serta kesempatan melihat pembuatannya membuat tempat yang lokasinya jauh di dalam gang ini selalu di cari. Tidak seperti tempat lain yang hanya menyediakan heottok dengan isian manis, di tempat ini terdapat juga isian sayur yang juga terasa nikmat.

 source : google

Sambil memakan heottok, pernahkan kalian melihat drama Korea berjudul Personal Taste? Ya, di salah satu rumah inilah penampakan luarnya yang dipakai sebagai latar atau setting tempat. Sedangkan keadaan dalamnya berada di studio. Kawasan Bukchon merupakan kawasan yang bangunan rumahnya mayoritas bergaya tradisional Korea atau biasa disebut hanok. Di daerah ini tak hanya tempat tinggal pribadi, namun juga beberapa public residence yang dibuka untuk umum seperti guest house atau galeri. Untuk sebuah guest house mungkin telah biasa, namun untuk sebuah galeri, rumah-rumah ini sengaja dibuka bagi para turis yang ingin melihat secara lebih dekat serta merasakan seperti apa sebenarnya rumah tradisional Korea itu. Namun, tentu saja hal tersebut hanya untuk mereka yang telah melakukan reservasi sebelumnya dan menurut kabar itu harus dilakukan jauh-jauh hari.

 source : my camera

Di jalanan Bukchon kita bisa mendapatkan best view dari Seoul Tower. Di salah satu jalan utama yang menanjak, Seoul Tower menjadi pusat pemandangan (centered view). Selain itu, lokasi yang tinggi memungkinkan kita melihat Seoul secara keseluruhan dari atas secara lebih dekat. Hal ini berbeda dengan ketika kita berada di Namsan Tower yang hanya dapat melihat secara luas dari kejauhan. Tempat lain yang kami temukan adalah galeri cinderamata di salah satu rute jalan. Di tempat ini kita bisa menemukan barang-barang seperti kartu pos yang bisa kita buat sendiri, kerajinan tangan seperti keramik dan hiasan rambut sampai miniatur boneka-boneka Korea yang tengah memakai pakaian tradisional Korea (hanbok). Bagi pecinta fotografi, lokasi di depan toko ini menjadi best place untuk mengambil gambar pemandangan Seoul dari atas. Bahkan Blue House (sebutan untuk gedung pemerintahan layaknya White House di Amerika Serikat) terlihat dengan jelas dari sini.

Setelah kurang lebih 2 jam melalui Bukchon, kami menuruni jalanan dengan tangga kecil yang langsung mengarah ke jalanan romantis Samcheongdong. Melalui jalanan ini awalnya terasa biasa seperti jalan lainnya. Namun, setelah memasuki gang-gang yang menyembunyikan ciri khas masing-masing barulah kita mengerti kenapa Samcheongdong dianggap sebagai jalanan romantis dari berbagai belahan dunia. Persepsi ini muncul karena desain eksterior serta interior café maupun toko di sekitar jalanan mencerminkan khas dari negara-negara di Eropa, Asia, Amerika, dan lainnya. Bahkan banyak sekali café yang khusus menyediakan makanan khas Perancis, Amerika, Eropa, Afrika, dan lain sebagainya, sehingga berjalan di jalanan ini membuat kita merasa berada di negara-negara yang menjadi cerminannya.

 source : my camera

Tak melepaskan kekaguman dari setiap inci jalanan dan suasananya, kami menikmati dua makanan khas Korea sebagai menu makan siang. Bibimbap dan Patbingsoo. Tempat pertama dalah rumah makan menarik bernama Kitchen. Rumah makan berlantai dua yang terletak di gang ke dua Samcheongdong ini merupakan tempat makan khusus bibimbap, mandu buatan tangan, dan gyojol guksu. Tempat ini menjadi sangat terkenal dan selalu penuh didatangi masyarakat lokal karena kenikmatan bibimbanya. Sehingga tidak heran jika di luar restoran terdapat banyak orang yang menunggu kursi kosong.

 source : google

Mengantri menunggu restoran favorit buka atau menunggu kursi kosong di sebuah restoran bukanlah hal aneh disini. Demi mendapatkan apa yang diinginkan lidah dan perut, orang rela mengantri untuk berganti tempat dengan mereka yang telah menyelesaikan makannya. Sama seperti di Kitchen, perjalanan kami mendapatkan patbingsoo pun harus didahului mengantri selama 15 menit dulu. Di sebuah rumah tradisional yang telah disulap menjadi kedai patbingsoo, kami para pelanggan setia menunggu giliran.

 source : google

Patbingsoo merupakan sebuah es serut kacang merah khas korea. Pada awalnya es ini hanya memiliki pilihan kacang merah, namun seiring perkembangan ide, banyak buah yang menjadi pilihan rasa, salah satunya strawberry. Di tempat ini harga untuk sejenis es serut sedikit mahal yaitu 8000 won untuk segelas es serut kacang merah, strawberry, ataupun campur. Namun setelah merasakan rasanya dan melihat porsinya yang memuaskan, sepertinya harga tersebut sebanding. Terutama di tengah musim panas ini, patbingsoo yang terletak di Samcheongdong menjadi tempat wajib untuk dikunjungi.

Tour akhir minggu hampir selesai setelah kita memutuskan untuk mampir sebentar ke toko buku di dekat stasiun Gyeongbokgung. Toko buku yang lumayan besar ini sangat ramai dikunjungi di liburan musim panas seperti ini, dan kamipun mengakhiri perjalanan hari ini setelah membeli buku favorit kami, traveling book. Untuk cerita selanjutnya, ini akan bercerita tentang Rodeo Street yang menjadi pusat para idola beserta fans K-Pop berkumpul. Ya, Apgujeong dengan kemewahan deretan toko bermereknya dan meriahnya gedung entertainment artis oleh para fans serta manisnya café-café cantik yang menjadi tempat yang tepat untuk bercengkrama dengan kopi hangat di depan kita. So, don’t miss the next story. 


My Camera Shoot





Tak Semanis Rasanya, Swasembada Gula Berjalan Pahit

January 26, 2013 Admin 0 Comments


Teh tak harus manis, kopi pun kebanyakan orang lebih senang dengan rasa yang pahit. Namun ternyata gula masih menjadi salah satu komoditi yang sangat di butuhkan. Angka 2.97 juta ton gula yang dibutuhkan oleh masyarakat tahun lalu merupakan pembukti ampuh bahwa gula masih harus terus diproduksi secara maksimal.
Swasembada gula 2014, ya, inilah suatu program yang dikabarkan tengah di kerjakan oleh pemerintah.  Program yang menuntut produksi tebu untuk lebih maksimal lagi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara nasional. Namun ternyata swasembada yang sagat di butuhkan ini mendapat banyak kendala yang riskan, sampai pada akhirnya target pecapaian pun di turunkan.
Membaca sekilas berita tentang swasembada gula kita akan langsung mengena pada beberapa kendala yang banyak terlontar di media online, diataranya adalah terkendalanya penyediaan bibit unggul, pengairan yang buruk, tidak adanya lahan untuk perluasan tanam tebu.  Alasan-alasan kendala itu bukalah tanpa alasan, terutama untuk perluasan lahan yang merupakan kendala utama untuk meningkatkan produksi gula.
Kita tahu bahwa saat ini rendemen gula memiliki tingkat yang rendah. Hal inilah kenapa perluasan tanam tebu perlu diperluas. Namun ternyata untuk menemukan lahan yang memiliki luas sekitar 350.000 hektar bukanlah perkara mudah. Permasalahan seperti adanya hak ulayak dan gugatan pemilik HGU merupakan hal-hal klasik yang terus menjadi kendala.
Banyak efek karena tidak ditemukannya lahan yang luas tersebut, diantaranya adalah pesimisnya sikap pemerintah dalam target swasembada gula. Seperti yang dinyatakan oleh Kementerian Pertanian, target produksi gula yang semula 5.7 juta ton dikoreksi menjadi 3.1 juta ton. Meskipun tidak mempengaruhi hal lain secara signifikan, namun ternyata pengambilan sikap ini sudah dapat menunjukkan bagaimana sebenarnya sikap pemerintah dalam pelaksanaan swasembada gula 2014 ini.
Patah arang, itulah yang bisa terlihat dari para petani tebu. Semua pesimisme yang ada dan kegagalan yang terus datang menjadikan mereka tidak ingin lagi menanam tebu. Rasa merugi tidak ingin lagi dirasakan oleh mereka. Apalagi mereka saat ini semakin yakin impor rafinasi akan terus berlaku yang menjadikan mereka semakin merugi nantinya.
Selajur selentingan “Kenapa harus melulu memikirkan perluasan lahan kalau bisa memaksimalkan produksi dengan membuat pabrik baru? “ oleh seorang petinggi membuat kita berfikir ulang. Kalau memang sekian kendala itu tidak bisa di singkirkan kenapa tidak memaksimalkan mereka dengan hal lain?
Ya, pabrik baru memang memiliki potensi yang besar dikala ini. Para pabrik baru ini akan memaksimumkan rendemen dan produksi gula dari jumlah tebu yang ada saat ini. Selain itu, pembangunan pabrik tak membutuhkan banyak lahan kan? Meskipun memang tak dapat dipungkiri uang sekitar 1 triliun harus dikeluarkan dari kantong untuk merealisasikannya.
Terlihat berat dan terlalu besar. Hal itulah yang mungkin akan kita pikirkan melihat nominal untuk pembuatan pabrik gula. Lalu kapan terlaksananya swasembada tebu kalau seperti ini? Inilah peranan penting dari para perusahaan perkebunan tebu, seperti halnya PTPN X. Mereka bisa membuat rencana mereka menjadi semenarik mungkin untuk industri ini sehingga dapat mencapai minat para stake holder yang sangat banyak di luar sana. Para stake holder inilah yang akan membantu dalam pembuatan pabrik gula. Hal ini bukalah hal yang mustahil untuk dilakukan mengingat industri gula saat ini sangat menggiurkan jika dilaksanakan dengan maksimal.
Menurut Wakil Ketua Umum Kaadin Bidang Perdagangan Distribusi dan Logistik, Natsir Mansyur, saat ini perusahaan seperti PTPN di Indonesia hanya mampu memenuhi 60% gula nasional[1]. Bukankah ini merupakan prospek yang sangat besar bagi para stake holder untuk berinvestasi? Hanya saja tinggal bagaimana PTPN X memperlihatkannya pada mereka dengan semenarik mungkin.
Memang tantangan untuk mencapai para stake holder ini masih sangat rumit saat ini. Mengingat bahwa PTPN masih merupakan BUMN, maka hal yang bisa dilakukan adalah bicara tentang privatisasi. Namun PTPN X bisa saja berfikir independen. Para stake holder lokal merupakan pangsa pasar yang sangat banyak berkeliaran di sekitar kita. Hanya saja mereka berfikir kerumitan yang tiada batas ketika sudah berbicara sangkut pautnya dengan pemerintah. Itulah alasan penting dimana PTPN X dibutuhkan.
PTPN X bisa menciptakan iklim berbeda dari perusahaan lain. Iklim ini seperti halnya adalah peningkatan kinerja perusahaan dan penunjukan kualitas semua unsur di dalamnya. Selain itu PTPN X bisa melakukan kontrol ulang pada semua hal, seperti pada SDM, sistem administrasi dan keuangan, pemasaran, pengembangan dan penelitian, serta operasional. Dengan kualitas yang tinggi pada semua unsur itu, para stake holder tidak akan menampik bahwa revitalisasi pabrik memang benar-benar dibutuhkan. PTPN X juga perlu memanfaatkan semua hal yang dia punya, seperti halnya prospek wisata sejarah pabrik gula yang saat ini banyak dibicarakan. Kerjasama yang erat dengan para instansi pendidikan dengan sasaran para pelajar yang haus akan pengetahuan menjadi jalan ampuh. Ditambah lagi jika pabrik gula yang dimiliki bisa menjadi sebuah wisata budaya yang bukan hanya menampilkan proses pembuatan gula, namun juga eksplorasi lain mengenai gula.
Untuk mencapai seuatu yang besar memang harus melalui tantangan yang besar. Namun mengingat industry ini sangat memiliki peluang, PTPN X harus bekerja ekstra keras dalam memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada. Dengan keberhasilan ini PTPN X bukan hanya membantu pemenuhan gula nasional ataupun meraih keuntungan bersih belaka, namun juga menyelamatkan para petani tebu yang saat ini terancam gulung tikar karena adanya gula impor. Hal ini memang berat ketika berbagai birokrasi dan ketidakseriusan pemerintah melalang buana. Namun perbaika dalam diri PTPN X akan menyilaukan mereka di luar sana dan pinu keberhasilan akan terlihat terang.



[1] http://economy.okezone.com/read/2012/07/28/320/669858/gula-nasional-hanya-mampu-penuhi-60-kebutuhan